Ke Jakarta Aku ‘kan Kembali….

Ke Jakarta Aku ‘kan Kembali….

Menjadi perantau di kota besar, jauh dari keluarga dan saudara, nggak ada asisten rumah tangga (ART) tentu sangat menantang. Ada yang relate dengan kondisi ini? Yuk kita berpelukan dulu. 

 

Terlebih lagi, aku baru melahirkan anak ke-dua bulan Februari 2022 lalu. Wah, tantangannya makin combo deh! Malam begadang untuk bayi, siangnya nemenin kakaknya sekolah online dan bermain. Hiburanku satu-satunya hanya berselancar di dunia maya. Untungnya kami sudah memasang internet rumah sejak ada pandemi. Jadi, aku bisa menjelajah media sosial ataupun streaming film dengan lancar (cuma waktunya saja yang nggak sempat, hehehe).

Read also: Pengalaman Melahirkan dengan Gentle Birth dan Minim Trauma

 

Dalam rangka beradaptasi dengan peran baru sebagai “ibu beranak dua”, akhirnya aku dan suami memutuskan agar aku pulang kampung selama beberapa lama. Alasannya: supaya aku dekat dengan orangtua dan saudara-saudara yang bisa membantu keseharianku mengurus bayi dan anak. Yup! Mendekat ke support system supaya aku tetap waras mengasuh dua anak. Bukankah ibu yang bahagia jiwanya akan menumbuhkan anak-anak yang bahagia juga? 

 

Jobdesk baru: mengasuh dua anak 🙂

 

 

Kampung kelahiranku di Kebumen, sebuah kabupaten di Jawa Tengah. Kotanya kecil tapi nyaman untuk tinggal. Separuh hidup aku habiskan di kota bersimbol burung lawet itu, sejak lahir hingga lulus SMA. Teringat saat dulu, aku dan keluarga hampir jarang sekali mengagendakan liburan ke luar kota. Saking jarangnya traveling, bahkan pertama kalinya aku liburan yang agak jauh adalah ke Bandung saat aku masih kelas 4 SD, sedangkan untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Ibu Kota Jakarta adalah saat study tour SMP, kisaran tahun 2003 – 2004.

 

Bagi seorang anak yang hampir seluruh hidupnya dihabiskan di kota kecil, Jakarta terasa sangat istimewa di hatiku. Kota besar yang selalu sibuk dan padat, gedung-gedung pencakar langit yang hampir tak pernah ditemui di kampung, serta kerlap-kerlip lampu di malam hari seolah membuat Jakarta tidak pernah tidur sepanjang waktu. Aku yang kala itu melihat langsung Tugu Monas untuk pertama kalinya rasanya sangat bahagia, hehe. Apalagi saat berkunjung ke Dufan dan naik wahana Kora-kora, juga mengelilingi anjungan di Taman Mini Indonesia Indah dan naik kereta gondola, pengalaman itu sangat berkesan bagi seorang anak kampung main ke ibu kota. 

 

Lain dulu, lain pula sekarang. Sebagai warga ber-KTP Depok alias pinggiran Jakarta, rasanya aku kenyang dengan kemacetan dan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. Ujung emas Tugu Monas bisa sekelebat dipandang dari dalam KRL (Kereta Rel Listrik) arah Depok – Jakarta Kota. Semua terasa biasa saja sejak aku menjadi bagian dari masyarakat yang beraktivitas di ibu kota. 

Pemandangan Jakarta dilihat dari hotel tertinggi di Indonesia

 

Well, sebagai perantau, aku merasakan ada plus dan minusnya tinggal di kampung halaman versus di kota besar. Membandingkan keduanya tentu nggak apple to apple. Apalagi saat aku tinggal di Kebumen selama dua bulan, aku mesti menjalani LDM (Long Distance Marriage) dengan suami yang harus tetap tinggal di Depok karena pekerjaannya sudah mengharuskan dia WFO (working from the office). Hampir setiap malam, kami berinteraksi melalui video call. Alhamdulillah baik di Depok maupun di Kebumen sudah terpasang internet rumah jadi komunikasi kami bisa tetap lancar.

 

Lalu, ngapain saja aku selama pulang ke Kebumen sejak Maret – Juni? Wah, banyak donk, misalnya berwisata ke pantai, reuni dengan teman lama, mencicipi wisata kuliner yang makin merajalela (apalagi harga jajanan di sana masih murah lho). Mau nonton Netflix pun alhamdulillah koneksi wifi cepat dan lancar karena Bapak sudah pasang internet rumah IndiHome (dulu namanya Speedy) layanan dari Telkom Group. 

 

Akhirnya tiba waktunya awal bulan ini aku dan anak-anak kembali ke perantauan (eh ini sebenarnya bukan dalam rangka menyambut HUT Jakarta ke 495 lho ya…). Kembali ke Depok, kembali ke dalam pelukan macetnya ibu kota, haha. Sebenarnya kami menikmati sekali tinggal sementara di kampung halaman tercinta, banyak saudara dan keluarga, bisa jajan enak dan murah kapan saja. Tapi mas suami sudah terlalu kesepian ditinggal anak-anak jadi kami diminta balik deh. 

 

42 thoughts on “Ke Jakarta Aku ‘kan Kembali….

  1. Punya dua anak itu memang tantangan terbesar sebagai ibu. Lebih berat dari saat cuma punya anak satu. Dan kalau berhasil, nanti tinggal dikopi aja cara manajemennya jika ada anak berikutnya.

  2. Aku kecil dan besar di Bekasi & Jakarta. Dulu belum sepadat dan semacet sekarang sih ya. Meskipun gedung-gedung juga belum seindah dan sekece sekarang.
    Tapi buat tinggal menetap di Jakarta lagi kayaknya sudah nggak pengen, haha. Nggak kuat sama macetnya.
    Jadi sekarang paling liburan aja ke rumah saudara di sana.
    Untungnya sih keluarga di sana juga pakai Indi Home. Jadi kalau pas liburan dan bawa kerjaan, sat set aja gitu. Gak usah mikirin jaringan. Serba cepat dan praktis pokoknya pakai Indi Home.

  3. Selamat kembali ke perantauan dengan happy Mak, dengan segala kemacetan dan hiruk pikuk kehidupannya bikin hidup tambah semangat kalo pas ke Jkt tuh.

  4. Betul, Mba jadi ibu itu tantangannya besar, apalagi sebagai punya adik bayi. Kakaknya juga tetep harus Kita perhatikan. Mendekat ke support system itu memang perlu biar Kita terbantu. Menjaga kewarasan biar bahagia, dan menemani tumbuh kembang anak dengan bahagia pula. Indihome bisa jadi perantara kalau kangen keluarga, bisa silaturahmi secara virtual dulu sebelum ketemu langsung

  5. Selamat datang kembali ke kehidupan sibuk di kota besar, Mak. Walau Kebumen pasti lebih damai, karena keluarga di Depok, mau gak mau harus balik ya. Yah pinggiran Jakarta ini, menurutku juga gak kalah sibuk dengan ibu kota 🙂

  6. Mbak Eska sekampung nih dengan bapak dan ibu mertuaki, sesama kelahiran Kebumen dan asli Kebumen. Tapi suamiku dan adik2nya lahir di Padang, SD di Jakarta, kuliah mencar2 ada yang di Bandung, Bogor, dan Palembang. Malah ga pernah tinggal di Kebumen. AKu pernah diajak ke Kebumen karena di sana ada rumah mbak dan keluarganya bapak ibu mertua. AKu suka kotanya, kecil tapi bersih, dan ramah pada pendatang. Mertuaku rumahnya di Depok sejak tahun 1980an sampai sekarang. Ternyata sesama Kebumen tinggal di Depok hihi

    Wah tahun 2003 baru SMP ya, saya tahun itu udah umur 25 tahun dan baru lahiran anak pertama 😀

    Berkat Indihome LDR dengan suami tetap bisa terhubung dengan lancar ya mbak.

  7. Selamat kembali mba Eska, semoga ibu dan debay sehat selalu ya mbaa…

    LDR-an itu pasti kurang menyenangkan ya mba, yang namanya keluarga maunya bersatu ya, tapi Alhamdulillah sudah ada Indihome bisa VCall dengannsuami setiapnsaat.

    Jaman dulu LDR-an pasti berat bgt ya krn teknologi belum secanggih sekarang.

  8. Alhamdulillah sekarang sudah kembali ke rumah di Depok ya. Kebumen saya punya teman yang sudah seperti saudara. Sejak saya kerja di HK dan Taiwan, selalu bersama. Ah jadi pengen main ke Kebumen juga

  9. Welcome back to Jekardah mbak!
    Kembali ke hiruk pikuk ibukota setelah bersenang2 di kampung halaman. Tapi daripada LDM ya bund, jadi mending di mana aja asal bareng sama yang tersayang. Hihi

  10. Aku belum pernah tinggal di kota, masih stay di desa. Gak tahu ya nanti gimana. Mau desa atau kota, yang penting sekarang ini akses internet udah lancar jaya. Jadi ya tetap bisa ini itu dan berhubungan juga meski jarak jauh

  11. Waaahh ternyata mudik tooo, kirain masih di Depok hehe
    Jd awal bulan ini mau balik yaaa?
    Semangaat pasti bisa kok ngasuh 2 anak sekaligus, dinikmatin ajaaa haha 😀
    Aku ke monas malah pas anak2 dah agak gedean, sebelumnya mainnya gak pernah jauh2 dari rumah hehe

  12. Tinggal di mana pun itu pasti ada aja plus dan minusnya ya mbak. Saya pun teringat, saya masih aja sering membandingkan perihal kenyamanan tinggal di Makassar vs Mataram. Padahal ya emang beda. Menurut saya, Makassar enak kulinernya, sedangkan Mataram (Lombok pada umumnya) kaya akan pesona alamnya: pantai, air terjun, dll yang masih alami. Dalam hati pengen bergumam: ah, dasar manusia..emang gak ada puasnya.

  13. Meski katanya Jakarta lebih kejam dari Ibu tiri, tapi nyatanya aku selalu happy kalau ke Jakarta.
    hehehe, mungkin bedanya antara Jakarta sebagai domisili dan Jakarta hanya tempat hiburan yaa..
    Banyak sekali kilau Jakarta yang buatku, keren banget.
    Dan pulkam sejenak begini, tetap bikin bahagia sih ya.. Karena bagaimana pun, kampung halaman adalah tempat dibesarkan, sehingga banyak kenangan yang asik banget kalau diulangi bersama pasangan dan anak-anak.

  14. Aduh, aku juga kangen deh bisa ke Jakarta lagi. Walopun banyaknya cuma urusan kerjaan. Hehehe, udah lama banget gak kerja ke Jakarta. Walopun Bandung lebih nyaman buatku, tapi Jakarta selalu ngangenin deh. 😀

  15. Lama gak ketemu Eska, aku juga kangen padatnya Depok. Meski cuma pindah geser dikit tapi Depok tuh bikin kange, padat dan penuh kuliner. Btw sehat-sehat ya buat dua buah hatinya

  16. Senang mbk masih bisa mudik dan ada keluarga bisa bantu jaga anak, barokallah bisa makin waras kalau udah balik ya. Semoga semakin semangat beraktivitas, ya.

  17. DUI arrests require most of the prodessional secrets used in defense courts. Defending a DWI is initiated by understanding none of a persons constitutional rights have been violated. When a police officer is in direct contact with you, and they are basically the single witnesses all of the time, the training and MO is of the formula. We all create mistakes, and law enforcement are no exception. It begins when common suspicion that can lead to probable cause. An example, someone gets forced over for driving too slow at 4 AM. The cop takes reasonable suspicion that the driver committed a moving violation, passingon a double yellow. then, as the police officer tries to make eye communication or steps in towards your vehicle, the officer will remark you posess red eyes, or there is an odor of alcohol. This raises the acceptabel intuition of recklessness to providing the police officer a good idea that someone is driving while intoxicated. ninety nine% of cops will say odor of whiskey, red eye balls, or lazy speech. They may usually note you are fumbling around getting your license and proof of insurance handy. At this point a person will be likely asked to get out of the car and perform universal driving sobriety checks. These are SFST’s are learned under NHTSA (National road Traffic precautionary Administration) regulations and need to be followed per situation. If you do perform the tests, the police officer will make mistakes which can make the check, or tests disregarded from evidence. Things such as physical impairments and optimal street conditions should be integrated into results of your test. (i.e. you can’t perform a walk and pivot test on ramped pavement). You may usually take a breathalyzer tests. There are accidents in these machines as well, and they are technolgo that need to be maintained and training on hours a week. The arrest is taped from the time the police turns on their lights. It is through this taped footage that we are able to inform an factual idea if the law enforcement giving of the tests, to the clients ability taking the tests. Whether you consent to the manipukations or not, a person may go to jail. If you have been incarcerated for Domestic violence or any criminal charges or know some one who needs a criminal defense Lawyer check out my website rgiht here cincinnati criminal defense lawyer best regards

  18. Pingback: limanbet giriş
  19. Good day! Would you mind if I share your blog with my zynga group? There’s a lot of people that I think would really enjoy your content. Please let me know. Cheers

  20. Pingback: maxbet
  21. Pingback: buying followers
  22. Pingback: youtube mp3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.